Di antara ijma’ ulama muslimin adalah diharamkannya mengucapkan selamat dalam perayaan khusus kaum nonmuslim (yaitu orang yang mengingkari bahwa Allah adalah satu-satunya Yang berhak disembah, serta yang mengingkari Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai hamba dan utusan-Nya).
Sebab diharamkannya adalah karena termasuk perwujudan keridhaan terhadap syiar kedurhakaan.
“..Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya…”
(Q.S. Az-Zumar : 7)
– Diharamkan pula menghadiri kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perayaan agama mereka.
– Dan terlarang pula bagi seorang muslim berpenampilan menyerupai orang nonmuslim, pada perkara yang menjadi kekhasan mereka.
– Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan hati menjadi lunak terhadap kekufuran mereka.
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum,
maka dia termasuk bagian dari mereka”(H.R. Ahmad dan Abu Dawud)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah – ulama besar Saudi Arabia – pernah ditanya, “Apa hukum mengucapkan selamat Natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang tersebut tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”
Beliau rahimahullah menjawab, “Memberi ucapan selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah.”
Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.
Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.
Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah–
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridha dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridha dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridha terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya, karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhai hal tersebut.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (Q.S. Az-Zumar : 7).
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Q.S. Al-Maidah : 3).
Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?
Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah bukan. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhai oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca: bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk. Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman (yang artinya), “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S. Ali Imran : 85).
Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?
Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.
Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?
Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta Natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ‘Santa Claus’ yang berseragam tertentu, lalu membagi-bagikan hadiah, -pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan Hari Natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidha’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidha’ Ash Shirathil Mustaqim mengatakan, “Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam-
Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.
Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.
(Diterjemahkan secara bebas oleh Muhammad Abduh Tuasikal, S.T. dari Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu ‘Utsaimin, 3/28-29, no. 404, Asy Syamilah)
Penulis : Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc.